Lama tertidur dari posting, mencoba untuk bangun lagi untuk sekedar menuangkan sedikit cerita dan penat, setelah sekian lama terpendam. Kekecewaan yang masih membekas setelah gelaran FLS2N di Kabupaten Tulang Bawang bulan lalu. Dan pada akhirnya, kekecewaan yang terlahir menjadi penyebab terbunuhnya semangat untuk menulis.
Mungkin hal yang biasa, bahwa dalam sebuah gelaran lomba pasti akan ada yang menang dan ada yang kalah. Kegembiraan akan mengiringi sang pemenang dan sebaliknya kesedihan yang bercampur juga pasti akan menggelayuti perasaan peserta yang kalah. Ini wajar!, karena kita hanya manusia biasa. Kita bukan malaikat yang akan selalu mampu tampil menjadi pemenang, dan juga tidak akan sedih ketika ternyata harus kalah. sekali lagi ini sesuatu yang wajar!.
Dan lebih wajar lagi, jika ternyata ketika kalah dengan sesuatu yang wajar (baca : sportif), dengan sistem penjurian yang sportif dan tentunya dengan juri yang juga sportif. Kita akan sedih manakala harus kalah, tapi sesaat perasaan tersebut akan berubah menjadi sebuah kebanggaan karena kita kalah dengan sportif. Kita kalah dengan mendongakkan kepala tanpa perlu lagi menundukkan kepala dengan sedih. Ingat! kita kalah dengan sportif.
Akan tetapi, kenyataan yang terjadi tidaklah selalu sesuai dengan harapan yang ada dibenak kita. Ketika ujung dari perjuangan dalam FLS2N tingkat kabupaten, harus berbuah pahit. Kalah, dengan sesuatu yang tidak sportif.
Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa event sekelas FLS2N yang merupakan event akbar dari tingkat kecamatan sampai nasional, yang menjadi sebuah event bergengsi bagi para pelajar dan juga sekolah, ternyata masih banyak PR dalam hal pesiapan dan juri yang belum terselesaikan dan harus diperbaiki kedepan. Bagaimana tidak?, event bergengsi tersebut ternyata masih ada juri yang melakukan penjurian/penilaian tidak menggunakan JUKNIS. Dan lebih parah lagi juri-juri tersebut tidak mengetahui adanya JUKNIS yang menjadi pegangan bagi para juri. Apa jadinya ???, tentu kita sudah bisa membayangkan sebelumnya seperti apa hasil penjuriannya.
Ini belum seberapa, karena ternyata sebagian juri juga ternyata tidak paham dengan lomba yang dinilainya !!. sangat parah. Sebagai contoh, dalam pelaksanaan lomba membatik yang mana didalam juknis dijelaskan secara implisit, bahwa yang diminta adalah sebuah produk batik. Kita paham, bahwa butuh proses yang lama untuk menghasilkan sebuah produk batik, dan tidak akan mungkin terselesaikan dalam hitungan 1 atau 2 jam. Akan tetapi hal ini terjadi dalam pelaksanaan lomba tingkat Kabupaten Tulang Bawang. Peserta diminta untuk menyelesaikan produkdalam waktu 2,5 jam!!. Edan....
Bukan perkara mudah untuk menghasilkan produk batik dari 0 sampai menjadi sebuah produk siap pakai. Bukan sekedar rumit tetapi butuh waktu yang tidak sebentar. tapi ini benar-benar terjadi.
Lain halnya dengan lomba melukis, selain juri yang tidak paham dengan Juknis karena yang mereka pahami hanya "Tema BUDAYA",ternyata mereka juga tidak paham dengan kriteria penilaian dan tidak paham dengan makna budaya itu sendiri. Hal yang sangat bodoh jika kita memaknai budaya itu hanya terbatas pada Rumah Adat, Senjata khas daerah, Makanan, Pakaian Adat atau Tari-tarian daerah. Padahal budaya itu bermakna sangat luas. Apakah ketika kita melihat anak-anak bermain petak umpet yang notabene permainan anak-anak jaman dulu yang sudah mengakar kemudian kita katakan ITU BUKAN BUDAYA??. Apakah ketika kita melihat petani di sawah sedang menanam padi, karena memang masyarakat kita mayoritas petani dan negara kita juga adalah negara agraris, lalu kita katakan ITU BUKAN BUDAYA??. Penduduk di negara kita mayoritas muslim, lalu mereka punya kebiasaan untuk selalu menghidupkan masjid dan mushola dengan sholat berjamaah, apakah itu juga bukan BUDAYA??.
Yang menjadi pertanyaan, jika event sekelas ini masih dipegang oleh juri-juri yang tidak berkompeten seperti kemarin, mau seperti apakah hasil yang diharapkan??, Mungkinkah membawa pulang piala ketika gelaran tingkat propinsi selesai....
Dalam Islam sudah dijelaskan bahwa, "ketika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya..".
Untuk penyelenggara FLS2N ataupun tim penilai (juri), semoga pengalaman ini bisa menjadi ibroh bagi anda semua, bahwa sebuah urusan yang besar seperti ini jangan sekali-kali diserahkan kepada yang bukan ahlinya, karena jika kita serahkan kepada yang bukan ahlinya maka hasilnya adalah sebuah kehancuran.
Kehancuran mental dan semangat anak-anak serta kehancuran prestasi Tulang Bawang karena anda.